NANG HUMUNTAL PE ANGKA ROBEAN
Cipt: Drs. Bonar Gultom (Gorga)
Molo masa angka parungkilan
Molo songgop manang hangalutan
Holan sada natau sitiopon
Hata ni Tuhan ni padan nai
Nang humuntal pe akka robean
Manang munsat dolok tu toruan
Padan asi roha hada mean
Padan ni Tuhan i sai hot doi
Sai ingot padan ni Tuhan mu
Manipat ari manang borngin golomonmu
Dang jadi ganggu be rohamu
Tuhan i nampuna ngolumi
Ngolumi
Nang humuntal pe akka robean
Manang munsat dolok tu toruan
Padan asi roha hada mean
Padan ni Tuhan i sai hot doi
(kembali ke: Molo masa….)
Pada setiap pemberkatan pernikahan pastilah bapak/ibu pendeta menekankan dasar penikahan bagi umat Kristen. Matius 19: 6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Bagi orang Batak Kristen pernikahan bukan hanya mempersatukan dua insan yang telah sepakat membentuk rumah tangga yang baru, melainkan juga setidaknya mempersatukan dalam tatanan adat 2 keluarga besar yakni keluarga besar (marga) mempelai pria dan keluarga besar (marga) mempelai wanita.
Ketika orangtua mempelai perempuan akan menyampirkan ulos hela, tentu mereka menekankan kembali nats Matius 19:6 tadi demikian juga rombongan Tulang dan horong ni Hulahula pastilah mengingatkan mempelai: “Tung na so jadi hamu marsirang, so sinirang ni hamatean”.
Hal tersebut jugalah yang mengikat kedua mempelai untuk senantiasa hidup rukun dan bilapun kemudian hari ada perselisihan dalam rumah tangga maka keduanya berupaya semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikan persoalan dan menghindari perceraian (jangan sedikit-sedikit minta cerai).
Bagi orang Batak Kristen perceraian adalah aib.
Mungkin terdengarnya terlalu ideal. Namun hal itulah yang diharapkan oleh setiap orang Batak Kristen, perceraian adalah hal yang tabu dan sangat dihindari.
Bagi keluarga muda terkadang terjadi “riak-riak rumah tangga”, oleh karenanya bila terjadi perselisihan antara suami dan istri, maka sangat pantang bila istri mengadu kepada orangtuanya atau keluarga pihak Hulahula. Bila ada hal yang dipandang diluar batas yang wajar sehingga harus dinasehati maka sebaiknya istri menyampaikannya kepada Tulang suaminya, sebaliknya juga demikian jika suami merasa bahwa ada perilaku dari istri yang perlu mendapat nasehat maka adalah pantang besar bagi seorang suami untuk melaporkannya kepada Hulahulanya (mertuanya). Adalah jauh lebih baik jika dia menyampaikannya kepada Tulangnya (Tulang suami). Mengapa demikian ? Hal itu adalah salah satu konsekuensi dari Tintin Marangkup (Tulang pangoli dan Parboru telah sepakat bahwa meskipun bukan boru kandung dari Tulangnya mempelai pria maka akan istri dari berenya tersebut akan diperlakukan seperti borunya sendiri. Bila ada perselisihan maka Tulang dari suami terbeban untuk mendamaikan dan menghindari adanya perceraian.
Belakangan ini dalam kenyataan sehari-hari mulai ada perceraian pada keluarga Batak Kristen. Apakah ini pengaruh perubahan zaman ?. Dari sisi agama jelas hal itu dilarang kecuali jika salah satu dari mereka secara sah dan meyakinkan (dengan bukti yang kuat) melakukan perzinahan. Salah satu hal yang diajarkan Yesus di bukit (Khotbah di bukit), Matius 5:32 “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Dari perspektif adat Batak proses perceraian pun sangat berat dan rumit karena istri adalah boruni raja dan suami anak ni raja, maka segala tindak tanduk harus juga raja (ada etika dan sopan santun yang menunjukkan kedudukannya) sehingga kalaupun harus bercerai (sirang) maka yang boleh menggugat cerai hanyalah suami karena istrinya sudah “dialap”(dilamar dari keluarga besar perempuan dan dinikahi dengan prosesi adat) maka bila terpaksa harus bercerai haruslah “dipaulak” (dikembalikan kepada secara adat kepada keluarga besar perempuan).
Tentu secara adat bukan perkara mudah bagi pihak keluarga suami”paulak parumaen” (mengembalikan menantu kepada besan). Hal inilah yang membuat meskipun kenyataannya suami istri tidak lagi serumah (padaodao) pihak suami tidak mengembalikan istrinya kepada mertuanya.
Bila hal itu terjadi berikut adalah beberapa pertanyaan yang akan muncul dikemudian hari.
1. Bagaimana bila ternyata istri tersebut belum melahirkan anak bagi suaminya, si istri tidak “dipaulak” malah sisuami menikah lagi dengan wanita lain. Tidak ada alasan menceraikan istri karena belum dikarunia anak dan si suami pun dengan alasan tersebut tidak dibenarkan untuk menikah lagi (ingat pernikah Kristen adalah monogami). Si istripun tidak diperkenankan kembali sendiri kepada orangtuanya. Bila suaminya meninggalkannya maka dari sisi adat batak dia berhak untuk tetap dikeluarga suaminya, bila perlu dia menetap dirumah mertuanya. Namun demikian dia berhak meminta kepada mertuanya untuk mengembalikannya kepada orangtuanya. Nah ini yang bikin mertua pusing 7 keliling, sulit melaksanakannya tetapi bila sudah diminta oleh menantu maka HARUS dilaksanakan, dan rasa malu luar biasa karena ini termasuk aib besar.
2. Bila istri tidak “dipaulak” padahal dia telah melahirkan anak bagi suaminya, bagaimana kedudukannya ?. Selama dia tidak “dipaulak” maka dia tetap menjadi istri sah, adapun anak-anak yang dilahirkannya adalah anak sah dari sisuami, bahkan bila pun kemudian sisuami menikah lagi dan mendapatkan keturunan dari istri keduanya maka putera dan putri dari istri pertama adalah sulung (siangkangan) dari putera dan putri istri kedua. Putra putri istri pertama memiliki hak waris dari harta kekayaan kakeknya(ompung) dan bapaknya(among).
Selama seorang istri tidak “dipaulak” maka dia TIDAK BOLEH menikah karena dia masih paniaran (menyandang nyonya dari marga suaminya). Bila telah”dipaulak” maka dia telah putus hubungan dengan keluarga besar mantan suaminya termasuk dengan anak-anaknya, segala hak dan kewajibannya terhadap keluarga besar suami telah berakhir. Dengan demikian dia boleh menikah kembali dan segala hak dan kewajibannya mengikuti suami yang baru.
Bagaimana bila tidak “dipaulak” tetapi si perempuan tersebut menikah kembali ?. Sebelum melangsungkan pernikahan, maka seharusnya pihak laki-laki yang akan menjadi suaminya harus menanyakan status dari si perempuan karena bila ternyata belum “dipaulak” mereka telah melangsungkan pernikahan, maka secara adat hal itu dianggap “selingkuh” karena si perempuan masih paniaran (nyonya) marga suami terdahulu.
Bila ternyata belum “dipaulak” maka solusinya adalah marga pria calon suami datang menemui marga suami si perempuan dan mengutarakan maksud dan tujuannya serta meminta melepas si perempuan dari ikatan tentu dengan “membayar kompensasi” (salah satu diantaranya mengembalikan sinamot yang telah disampaikan keluarga pihak suami kepada pihak perempuan). Bila keluarga pihak suami tersebut menerima permintaan tersebut maka status si perempuan sudah sama dengan “dipaulak”.
Bila belum “dipaulak” semua anak yang lahir dari hasil pernikahan tersebut adalah anak dari marga terdahulu. Bahkan bila kemudian hari perempuan tersebut meninggal dunia maka putra putri dari suami pertama berhak untuk meminta ibunya dimakamkan di makam keluarga mereka, karena hak dan kewajiban perempuan tersebut belum lepas. Sebaliknya bila sudah “dipaulak” maka putra putri dari suami pertama tidak berhak apapun bahkan bila mereka hadir diacara adat meninggal “mantan” ibunya, kehadiran mereka sama seperti pelayat umum bukan sebagai anak.
Dengan demikian perceraian dalam masyarakat Batak Kristen adalah hal yang sangat tabu dan bila terpaksa dilakukan prosesnya sangat rumit, mendapat sanksi sosial dan dari sisi gereja (secara khusus HKBP) maka orangtua dan keluarga tersebut akan mendapat RPP (siasat penggembalaan). )* dibeberapa gereja lain istilahnya berbeda namun pada umumnya mendapat penggembalaan.
Jika masih nekad ingin bercerai dan siap menanggung resiko adat dan agama (Kristen) maka proses paulakhon sbb:
Catatan penting:
Seorang perempuan selama belum “dipaulak” suaminya maka dia adalah istri sah, memiliki hak dan kewajiban dikeluarga marga suaminya sepanjang hidupnya. Bila sudah “dipaulak” maka terhitung hari tersebut hak dan kewajiban dikeluarga marga suaminya berakhir dengan sendirinya.
Demikian pemahaman saya berdasarkan apa yang saya pelajari dan yang saya terima dari penjelasan para tetua adat.
Tabe mardongan tangiang.
St. Sampe Sitorus/br Sitanggang (A.Hitado Managam)
Medang Lestari – Tangerang, Banten
Note:
HENTIKAN PLAGIAT jangan copy posting tulisan ini dan merubahnya seolah-olah tulisan saudara/i. Anda bisa bohongi saya, tapi TUHAN tidak bisa anda bohongi.
bagaimana dgn surat cerai dari pengadilan.? apakah sah diadat batak ?
Surat Cerai Pengadilan adalah hukum negara dan tidak ada hubungannya dengan hukum adat. Sah tidaknya perceraian menurut hukum adat adalah dipaulak (dikembalikan). Denggan dialap marhite adat, denggan dipaulak marhite adat.
Horas lae,
Jika terjadi keributan besar antara suami dan istri, kemudian sampai istri mengadu ke pihak keluarganya (Ibu, abang, adiknya laki-laki, adiknya perempuan) datang dan kemudian menjemputnya serta membawa si istri serta anak 2 ke rumah keluarga istri bagaimana mengatasinya. Sedangkan abgnya si istri statusnya sudah cerai tapi saat datang membela itonya dan menasehati suami itonya dgn menganggap dia adalah selalu raja dari suami itonya. Saya sendiri menyimpulkan ini akhir dari segalanya. Yg saya pikirkan adalah anak2 saya sudah di bawa keluarganya. Jika borunya dibawa tidak masalah krn sy berprinsip borunya sudah di jemput. Yg jadi pikiran anak saya baimana menjemputnya kalau sy jemput sy tidak mau ribut2 rebutan di rumah mereka. Apa yg harus saya lakukan.
Dalam menjawab setiap pertanyaan terkait perselisihan maka saya selalu menyarankan untuk rujuk kembali.
Cobalah untuk menghubungi istri, buka hati untuk rujuk kembali. Kasihan dengan anak-anak harus terpisah dengan bapaknya atau ibunya.
Demi anak lapangkan dada dan tidak ada salahnya mengalah, akui salah jika memang salah, minta maaf dan berjanji untuk perbaiki kondisi.
Saya tidak ada saran untuk bercerai. Tetap bergumul dalam doa. Semoga rukun kembali.
Horas ito,mau tanya.. bagaimana bila si suami berencana ingin paulak istrinya, karena si istri pergi dari rumah suami dan tidak mau tinggal disana lg,karena berdekatan dgn keluarga si suami, sehingga sering bertengkar dengan keluarganya.. tapi si suami tidak mau pindah dari sana dan berencana ingin paulak istrinya saja,. Yang mau saya tanyakan ,bila si suami paulak istrinya ke orangtuanya apa pihak istri jg harus mengembalikan semua biaya pernikahan dulu ya ito? Maulate..
Kalau pihak laki-laki napaulakhon paniaranna(istrinya) maka tidaka ada kewajiban pihak parboru paulak sinamot yang pernah mereka terima. Dalam prakteknya hampir tidak ada pihak laki-laki paulak isterinya, karena tidak sembarangan paulak istri. Meskipun telah terbukti ada kesalahan sang istri, paling hanya di “paajarhon”/ diantar kemertua untuk dinasehati dan utk beberapa waktu lamanya sang istri tinggal bersama orangtuanya hingga kemudian dijemput suami kembali.
salam toleransi, saya ingin bertanya bagaimana jika pasangan suami dari suku jawa kristen..istri dari suku batak, dlm perjalanan berumah tangga suami kasar sampai melakukan KDRT, apakah bisa dari pihak istri mengajukan perceraian? mohon pencerahannya bang
Kalau sudah bicara KDRT maka Hukum Negara yang menjadi patokan pertama.
Secara adat Batak juga tidak diperkenankan melakukan KDRT. Maka istri pun berhak untuk meminta dipulangkan secara adat karena dulu waktu menikah secara adat.
Horas ito..mau tanya kalau pasangan batak cerai..dan sdh ada anak..akan tetapi anak selama ini di asuh bapak nya krn istri yg meninggalkan..bagaimana jika anak laki2nya menikah? Apakah scara adat di pesta nanti mereka harus duduk berdua kembali? Bagaimana dgn pihak tulang? Sedangkan kedua keluarga sdh tidak akur sejak cerai..bagaimana mau hadir di pesta? Dari pihak bapak juga sdh menikah kembali dgn boru suku lain tpi sdh mangadati. Apakah mgkin pihak tulang berasal dari pihak tulang mama tiri? Trima kasih.GBU
Jika istri yang meninggalkan anak maka dia tidak berhak duduk bersama pada saat pernikahan anaknya.
Dia bukan lagi paniaran (nyonya) marga tersebut, sehingga dia tidak lagi bagian dari keluarga marga tersebut.
Perihal Hulahula, maka adalah marga dari istri saat ini.
Mengenai Tulang dari sianak tersebut ada baiknya anak tersebut mendatangi Tulang kandungnya siapa tahu berkenan hadir.
Namun jika tidka berkenan hadir ya apa boleh buat.
Pada saat pernikahan yang dimaksud Tulang adalah Tulang dari ayah kita (tulang ni napangolihon).
HORAS lae,
ada yg ingin saya tanyakan. tolong dijawab secara detail.
kami baru saja berantam, permasalahannya yaitu uang ucapan terimakasih kepada mertua saya karena mertua saya yang menjaga anak kami disaat kami sedang bekerja.
kondisi kami sekarang sedang kekurangan biaya, dan istri memaksa untuk mencari uang, untuk memberikan ke orang tuanya (mertua saya) karena telah menjaga anak kami. sebenarnya saya sedang mencari pinjaman dana untuk memberikan uang tsb kpd mertua saya sebagai ucapan terimasih telah menjaga anak kami.
dan saya blg ke istri saya, tolong bilang ke inang (mertua saya) lg ga ada uang dan saya lg nyari uang ke teman saya. lalu istri saya blg, bsk km plg kerja bawa sih boru (anak kami) ke opung nya (orang tua saya) tggl disana sebulan.
dan istri blg kalau saya tdk menafkahkan dia. dan saya kesal mendengar ucapan tsb. lalu saya blg, emangnya selama ini ga ksh km mkn (sembari menunjuk ke arah dapur). dikarenakan saya kesal, suara saya terdengar besar.
tiba-tiba istri saya mukul saya dan saya blg ini bukti ya (sembari menunjukan ke arah yang dia pukul), saya ga pernah mukul km.
istri sy malah tdk terima dengan suara saya yang besar, lalu sy blg ke istri, suara saya kecil kamu ngeremehin, suara aku besar km tdk terima. tiba-tiba dia mengambil kunci motor dia, membawa tasnya dan membawa anak kami ke rumah orang tua nya (mertua saya).
saya langsung mengambil kunci motor saya untuk mengantarkan istri saya ke rumah orang tuanya (mertua saya), kami membawa masing-masing motor. sesampai ke rumah mertua saya, dan mertua saya bilang ke saya, kalian memang ga cocok dan saya disuruh pulang ke kontrakkan.
yang ingin saya tanyakan :
1. apakah tindakan saya salah marah-marah sama istri saya dengan suara yang besar.
2. benarkan (tdk salah) saya mengantar istri saya ne rumah orang tuanya. saya mengantarnya malam-malam sekitar jam 10 malam (sepertinya, karna saya tidak melihat jam).
3. dan jika istri meminta cerai. anak saya tetap bersama saya kan..? usia anak saya br 1 th. dan sdh tdk ASI lagi, menurut hukum batak diperbolehkan suami yang mengasuh anak, jika sdh tdk menyusui lg. dan karena bapaklah (suami) yang berhak nengasuh anak dalam hukum batak. *anak saya perempuan.
4. bagaimana jika istri saya bersihkeras untuk mengasuh anak kami..? karena didalam hukum batak, yang paling berhak mengasuh anak yaitu bapak (suami).
demikianlah permasalahan yang baru saja terjadi dan maafkanlah saya karena bercerita panjang lebar disini.
mauliate..
Horas
dari : nama samaran
Horas Tulang..
Mau tanya, Jika Suami dan Istri sudah Bercerai (Sah dlm Hukum ). si mantan Istri tidak di Paulak,akan tetapi keduanya sudah menikah lagi dan membentuk lembaga RT masing2.
Yg menjadi pertanyaan saya :: Jika 20 thn kmudian boru/anak dr hasil Pernikahan mereka menikah, siapakah yg akan mendampingi si ayah saat Pesta Pemberkatan dan Adat Berlangsung????, Ibu Kandung atau Ibu yang saat ini mendampingi si Ayah???
Mohon penjelasannya Tulang,
Mauliate
Saya coba memberikan penjelasan sbb:
1. Ketika bercerai apakah sudah ada keturunan (anak/boru) ?
2. Jika sudah ada, terlepas dari si anak/boru ikut siapa yang pasti dia ikut marga ayah biologisnya (among parsinuan).
3. Ketika anak yang lahir sebelum perceraian ini menikah maka yang berhak menikahkan adalah ayah biologisnya (among parsinuan).
4. Perihal ibu yang akan mendampingi sang ayah saat anak/boru menikah. Oleh karena si istri telah menikah lagi dengan pria (marga lain) maka dia tidak berhak mendampingi mantan suaminya tersebut. Jadi otomatis yang mendampingi adalah istri pada saat pernikahan putra/i tersebut berlangsung.
Si mantan istri dalam hal ini juga sudah salah sejak awal, karena dia tidak dipaulak tetapi menikah lagi dengan pria lain.
Secara adat Batak maka pihak marga mantan suami berhak menuntut pengembalian sinamot (mas kawin) kepada parboru (orangtua paniaran mereka yang menikah lagi tersebut)..
Demikian penjelasan yang dapat saya berikan.
Terima kasih Tulang untuk penjelasannya..
Ketika mereka berCerai, sudah ada 2 boru Tulang.
Kalaulah misalnya si Ibu kandung tetap menuntut Harus dia yg mendampingi si Ayah dlm Acara Adat Pernikahan Borunya (Pasahat Ulos Hela), dia tidak terima kalau yg menikahkan borunya adalah Ayah dan istri yg sekarang, bagaimana Tulang???
Mohin penjelasannya kembali..
Trima Kasih 🙂
Ito Gita, memang ini bukan hal yang mudah. Dari sisi kemanusiaan dan naluri seorang ibu tentu dia ingin berperan dalam pernikahan putrinya.
Namun dari sisi adat Batak maka “ndang adong be jambarna disi” (dia tidak punya hak apapun dalam hal terkait dengan anak-anaknya sejak dia memutuskan menikah lagi) karena dia tidak lagi bagian dari anggota keluarga mantan suaminya melainkan sudah menjadi bagian dari keluarga suaminya yang baru.
Keluarga (marga) mantan suaminya tentu tidak akan mengijinkan dia berperan (duduk di panggung dan mangulosi sebagai parboru).
Tidak ada gunanya ibu tersebut ngotot, karena hal itu justru akan mempermalukan dirinya sendiri.
Itulah konsekuensi adat yang harus ditanggungnya, mungkin kedengarannya TEGA benar, tapi itulah adat kita.
Berdasarkan pemaparanmu maka anaknya adalah perempuan.
Solusi adalah pada saat borunya tersebut menikah maka si ibu tersebut ikut “uduran” (rombongan) Hulahula(Tulang ni siboru namarhamulian-tulang mempelai wanita).
Ini sudah pernah terjadi dan saya saksikan sendiri (kisah nyata) ketika saya menjadi Raja Parhata dari Paranak (Raja Parhata pihak pengantin laki-laki).
Kejadiannya persis seperti kasus yang Gita ceriterakan.
Air mata ibu tersebut terurai tak kala dia mangulosi namun dari rombongan Hulahula(tulang ni borunya) bukan sebagai Parboru.
Saya pribadi dapat rasakan bagaimana beratnya perasaan dia, tapi disisi lain menjadi pertanyaan kenapa dia tidak bertahan dan membesarkan anak-anaknya ?
Menjadi renungan bagi kita bersama resiko perceraian dan menikah kembali.
Kasusnya akan berbeda jika dia tidak menikah kembali, maka dia berhak. Ai hot do ibana paniaran ni marga i nang pe ditadinghon amanta i ibana (dia tetap bagian dari marga tersebut meskipun dia dimadu atau diceraikan secara hukum oleh suaminya).
Demikian yang dapat saya jelaskan.
Wahhhhh…
Luar Biasa penjelasannya Tulang.
Sangat bertrima kasih atas penjelasannya yaa Tulang, aku jd semakin mengerti.
Lain waktu, klo aku ada pertanyaan mengenai adat boleh bertanya kembali yaa??? Heheheee…
Tuhan Memberkati
Dengan senang hati. Maaf kalo responnya terlambat. Maklumlah namarhais martuduk ini (menyibukkan diri demi sesuap nasi dan segenggam berlian .. ha..ha.. ha).
Amang, saya ingin sharing sedikit dan juga bertanya.
Jika ada suami istri, mereka belum dikaruniai anak, lalu sang suami ketauan berselingkuh dan sudah berzinah dengan istri orang (masih terikat dalam pernikahan). Bagaimanakah seharusnya sikap dari sang istri?. Karena jika dilihat dari penjelasan amang yang bisa menceraikan hanya suami.
Pada waktu kejadian itu, sang istri sakit hati sekali dan memilih mencari perlindungan ke keluarga si istri. Adapun ayahnya sudah almarhum sehingga ia pulang ke rumah adik laki lakinya yang telah menikah (sudah mempunyai posisi dalam adat)
Lalu , sebagai pengganti ayah, adiknya menelpon pihak keluarga laki laki dalam hal ini amang dari laenya (suami) untuk dapat datang dan membantu menyelesaikan permasalahan ini. Namun amang tersebut menolak hal tersebut dan mengatakan bahwa seharusnya si istri kembali ke rumahnya lagi.
Setelah pembahasan yang sedemikian lama dan menguras tenaga, akhirnya sang istri kembali ke rumahnya lagi, dengan harapan hal ini bisa selesai dengan baik. jika memang harus sirang, sirang saja. namun masalahnya adalah keluarga dari suaminya tidak mau membantu sama sekali.
bagaimanakah sang istri ini harus bersikap selanjutnya amang? baiknya seperti apa ya amang?
sebelum jawabannya terima kasih karena blog amang sangat banyak memberi kami yang masih muda dan awam serta jauh dari tanah batak , ilmu yang berguna dalam adat istiadat batak.
Ito Farida… saran saya sebaiknya si istri tersebut berkunjung ke Tulangnya suami.
Dia boleh curhat ke beliau dan meminta pertimbangan. Karena si istri tersebut juga adalah putri dari Tulangnya suami.
Itulah konsekuensi dari “tintin marangkup” sewaktu adat pernikahan.
Tulang tersebut harus “padengganhon” rumahtangga bere dan borunya.
Itu saran yang bisa saya sampaikan. Saya yakin Tulangnya suami akan turut campur menyelesaikan masalah ini.
Saya berharap keutuhan rumah tangga tetap dapa dipertahankan, suami dan istri beserta keluarga besar saling memaafkan dan memperbaiki diri masing-masing. Ingatlah umpasa: Diginjang ninna arirang, Ditoru Pargomgoman. Badanmuna sora sirang, Tondimuna Marsigomgoman.
Selamat hidup rukun.
Salam
St. Sampe Sitorus/br Sitanggang
Bagi keluarga muda terkadang terjadi “riak-riak rumah tangga”, oleh karenanya bila terjadi perselisihan antara suami dan istri, maka sangat pantang bila istri mengadu kepada orangtuanya atau keluarga pihak Hulahulanya. Bila ada hal yang dipandang diluar batas yang wajar sehingga harus dinasehati maka sebaiknya istri menyampaikannya kepada Tulang suaminya, sebaliknya juga demikian jika suami merasa bahwa ada perilaku dari istri yang perlu mendapat nasehat maka adalah pantang besar bagi seorang suami untuk melaporkannya kepada Hulahulanya (mertuanya). Adalah jauh lebih baik jika dia menyampaikannya kepada Tulangnya (Tulang suami). Mengapa demikian ? Hal itu adalah salah satu konsekuensi dari Tintin Marangkup (Tulang pangoli dan Parboru telah sepakat bahwa meskipun bukan boru kandung dari Tulangnya mempelai pria maka akan istri dari berenya tersebut akan diperlakukan seperti borunya sendiri. Bila ada perselisihan maka Tulang dari suami terbeban untuk mendamaikan dan menghindari adanya perceraian.
Horas amang…
saya ingin bertanya,, apabila ada seorang isteri pergi meninggalkan suaminya sampai beberapa bulan tanpa pamit, dan kemudian si suami tersebut menceraikan isterinya lewat jalur hukum (pengadilan negeri) apakah kemudian si suami itu dapat menikah lagi dan dapat melangsungkan adat (maradat) kembali ??
terima kasih sebelumnya….
Hukum Negara dan Hukum Adat adalah 2 hal yang berbeda. Cerai melalui jalur hukum negara (pengadilan) tidak diakui secara adat.
Cerai secara hukum negara tentu memungkinkan untuk menikah lagi (secara hukum negara).
Perceraian secara adat seperti yang saya paparkan pada tulisan tersebut.
Horas amang
Saya mau sharing dan tanya amang
Bagaimana jika seorang istri dijemput orangtuanya dan itu pun dijemput sewaktu suaminya lagi kerja amang dan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya kepada pihak suami dan tulangnya sisuami.
Dan apabila ada sifat/tingkah laku suami yang tidak disukai istri maka siistri selalu mengadu kepada orangtuanya sendiri bukan kepada tulangnya dari pihak suami.
Apa ada hukum adatnya dalam masalah ini amang?
Terima kasih amang
Pertama, saya mau mengajak sang suami untuk introspeksi diri dulu. Apa yang salah ? Silahkan jujur pada diri sendiri dan jangan membenarkan diri sendiri.
Jika memang ada yang salah, ayo berubah dan tunjukkan keseriusan untuk berubah. Ingat jangan sampai ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) karena hal ini akan masuk ranah hukum.
Kedua, baru saya tanggapi sikap istri tersebut kurang tepat. Jika ada hal yang salah/kurang berkenan atas sikap dan perlakuan suami maka seyogyanya hal itu disampaikan kepada Tulangnya suami, atau jika sungkan maka ke hahadoli (abang sisuami) atau semarga dengan suami (namarhahamaranggi saompu).
Jika hal itu sudah dilakukan dan suami tidak juga berubah, berarti memang KETERLALUAN BEBALNYA suami tersebut.
Ketiga, sikap pihak Parboru(Mertua) menjemput borunya sesungguhnya tidak lazim dalam adat Batak (ndang masa Parboru manarik boruna). Dalam artian denggan do dipahuta boruna (sudah dinikahkan ke marga menantunya) maka apapun yang terjadi pihak Parboru tidak boleh menarik borunya.
Jika hal itu benar terjadi maka marga suami berhak memprotes hal tersebut. Jika tidak ada titik temu dan akhirnya berpisah maka pihak Parboru harus mengembalikan Sinamot (mahar/mas kawin) yang pernah diterimanya. Namun sebelum hal itu, sekali lagi suami perlu introspeksi diri apakah pernah melakukan kekerasan (KDRT) ?. Jika ya, maka tidak berhak meminta kembali sinamot.
Saran saya silahkan sang suami berkonsultasi dengan dongan tubunya. Apa yang saya sampaikan adalah gambaran tentang hukum adat.
Bila ada masalah sebaiknya berkonsultasi dengan natuatua ni marga. Dalam adat dan budaya Batak, dongan tubu -lah teman curat dan menyelesaikan permasalahan.
Saya tidak ingin generasi muda Batak jadi melupakan dongan tubu karena merasa dapt berkonsultasi di internet.
Semoga penjelasan saya ini dapat diterima dan menambah wawasan.
Horas tulang..
Mau tanya kalau pernikahan belum ada kartu keluarga nya dan masih ada buku nikah dari gereja….dan kalau mau bercerai apakah harus dari pengadilan atau harus pakai adat tulang…
Makasi sebelum nya tulang
Maaf ya saya tidak melayani konsultasi perceraian. Namun saya mau melayani konsultasi menghindari perceraian.
Matius 19: 6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
hotnauli saragi
horas ito, ahado dileon paranak, molo lao paulak hon istri tu simatuana ito? manang na songon dia dia do adat na, molo lao paulak hon istri tu simatua? molo lao marsirang nama ito, mohon penjelasan nya ito..mauliate
Pariban Hotnauli…., dibagian akhir tulisanku sudah saya paparkan apa yang akan dilaksanakan paranak bila tetap nekat “paulakhon” menantunya ke parboru. Itu acara adat dan membawa makanan lengkap seperti waktu melamar (patua hata/marhata sinamot) dahulu.
Horas tulang..
Apakah suami bisa menceraikan istri (nikah belum di adati)?
Dan apakah surat cerai dari pengadilan sah di adat?
Mauliate tulang.
Lae Iman Situmorang… Saya akan bicara dari perspektif Batak Kristen.
Pertanyaan saya apakah menikahnya resmi secara gereja (diberkati oleh pendeta)?.
Pernikahan adalah hal yang sakral. Dari Iman Percaya umat Kristiani, maka Yang dipersatukan oleh Allah tidak dapat dipisahkan kecuali oleh karena kematian.
Sebagai warga negara Indonesia maka sahnya pernikahan bagi Batak Kristen adalah:
1. Pemberkatan Nikah oleh pendeta di Gereja (Pamasumasuon Pardongansaripeon).
2. Akte Pernikahan Catatan Sipil (memenuhi legalitas formal negara)
3. Ulaon Unjuk (Adat Pernikahan) terkait sah tidaknya pernikahan secara adat.
Point 1 tidak mengenal istilah cerai. Menceraikan istri berarti berzinah. (Ranah rohani)
Point 2 Surat cerai pengadilan hanya memenuhi legalitas formal negara, dan tidak diakui secara adat.
Point 3 cerai secara adat adalah “dipaulak”. Hal tsb dimungkinkan namun sangat berat sebagaimana saya paparkan dalam tulisan.
Horas lae.. Saya menikah tahun 2014 tidak didasari cinta. Saya dipaksa pihak perempuan menikahi borunya karna boru nya mengadu sudah saya nodai. Namun yg sebenarnya saya bukan laki2 yang pertama menodai nya. Dan setelah saya tau itu. Saya putuskan untuk putus ketika kami pacaran. Namun perempuan ini dan keluarganya mencari dan mengepung saya. Setelah itu saya di sandra dirumahnya. Dan dipaksa untuk menikah. Saya terus menolak dan memperjelas kepada keluaranya bahwa bukan saya yg merusak kehormatan boru nya namun mereka tidak mau tau.. Mereka ingin memperkarakan ke polisi. Atau menikah 1 hari di gereja katolik. Namun setelah saya pikir2 saya kasihan dengan kedua orang tua saya. Dengan kabar yang tak baik. Pada akhirnya saya putuskan untuk beritahu keluarga saya. Kalo saya akan menikah. Jelas mereka terkejut.karna saya baru wisuda. Saya belajar pasrah.. Dab iklas..dan berharap semuanya menjadi berkah.(awal nya saya tidak setuju. Pernyataan orang tuanya. Menikah di katolik walaupun 1hari langsung cerai.)karna menurut saya pernikahan itu sangat sakral. Pendek cerita saya melangsungkan pernikahan di hkbp dan adat nya. Namun setelah menjalani keluarga 2 bulan..saya sdah tidak mampu dengan sifat perempuan ini. Cakap kotor.. Kasar. Dan saya tidak pernah membalsnya. Yang saya lakuan hanya berdoa. Minta petunjuk dan ampun dari Tuhan. Karna saya sudah tak mampu menjalani lagi. Pendek cerita suatu saat orang tua perempuan ini pun tau sifat boru nya yg sebenarnya. Sampai timbul pernyataan dr orang tuanya ” jika aku punya istri kayak dia.. Sudah kubunuh dan ku tinggalkan” dan jujur saya memang sudah tidak sanggup lagi.. Dan tidak ragu untuk meninggalkanya. Pada akhirnya saya memutuskan meninggalkan dia dirumah orangtuanya.. Tanpa sepengetahuan siapa pun. Dan sudah dua tahun saya tidak bertemu. Dan saya tidak ada niat sedikit pun untuk kembali. Menurut lae.. Apa yang saya perbuat..jika saya ingin menikah lagi. Saya tidak punya anak dari dia. Karna saya memang biat blum mau punya anak.
Maualiat
Horas.Jalangjalang masitandaan,Abang. Marpariban do hita.Ahu tubu ni boru Sidabutar. Na naeng husunghun,Abang : Tadok “Keluarga Kristen adalah keluarga monogami”. Di dia do tarsurat i di aiataiat na di Bilbel? Matius 19: 6 “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” So adong didok di si na so boi marsinonduk 2 manang lobi sian 1. Na diorai MANIRANGHON do.Antong, adong ma ama, mangoli paduahalihon alai INDANG disiranghon nialapna siparjolo. Molo marastuan tu aiat on, boasa salahononhon ai so na disiranghon nialapna si parjolo i?
Ra… Naginurathon ni panurat on boi manambai pangantusionta taringot tu marsiduadua (poligami) dohot sirang.
http://www.sarapanpagi.org/yesus-meluruskan-poligami-dan-kawin-cerai-vt713.html#p1643
Horas Abang..
saya ingin menanyakan sanksi adat batak terkait Parboru yang mengambil borunya dari suaminya tanpa ijin suaminya.
Bahwa secara adat batak toba si A (laki-laki) telah menikah dengan si B (Perempuan) pada tahun 2013. Bahwa semua prosesi penikahan adat batak sudah dilaksanakan (adat nagok). Namun setelah menikah 1 bulan ternyata orang tua dari si B menjemput borunya yaitu si B dari keluarga si A dan tidak mau mengantarkan kembali kepada si A. bahwa si B juga sudah tidak mau kembali kepada keluarga A. Bahkan keluarga si A telah berusaha pula menjemput si B, namun si B dan bapak ibunya menolak mengembalikan si B kepada si A.
pertanyaan:
1. apa sanksi hukum adat bagi perempuan yang pergi ke rumah orang tuanya tanpa seijin suaminya dan tidak mau kembali lagi ke suaminya?
2. apa sanksi hukum adat bagi orang tua yang mengambil borunya dan tidak mau mengembalikan lagi kepada suaminya?
Cat: tidak pernah ada pertengkarang antara si A dan SI B
Songon panghataionta marhite telepon ima ate.
Mohon pencerahan,
Suami (asli batak) istri (diangkat/diain jadi boru batak) cerai resmi dari pengadilan dan mempunyai 2 anak laki2. Satu anak ikut suami, satu ikut istri. Kemudian si suami kawin dengan wanita lain, dapat satu putri. Si suami ini beberapa tahun lalu sudah meninggal dunia. Si istri yang cerai ini kawin juga dengan laki2 lain dan sudah cerai juga dengan suami keduanya.
Sekarang anak laki2 yang yang ikut suami hendak menikah dengan wanita batak dengan cara adat Batak juga.
Pertanyaannya:
1. Bolehkah Istri yg sudah resmi cerai ini berperan menerima ulos dari pernikahan anaknya ?
2. Bukankah suami istri yang sudah bercerai sudah tidak memiliki ikatan hubungan adat lagi ?
Noot:
Ada perbedaan pandangan di pihak keluarga laki2
Terima kasih atas pencerahanya.
Horas amang
ini dari lubuk hati saya yg paling dalam saya pergi dari rumah dan membawa anak2 saya ke rumah mama,karna saya gak tahan lgi tinggal sma mereka karna slama ini kami tinggal sma mertuaku,saya merasa di asingkan,di rendahkan,di hina dan apa yg saya bilang sllu tidak di dngar hanya omongan orangtuanya jadi seolah2 mamanya lah yg paling benar,amang dia suruh aku pulang sementara mereka tidak mau hubungi mamaku seakan-akan dia tidak menganggap n menghormati mamaku amang hanya aq yg perlu sma dia,apa yg harus aku lakukan amang??beri aq petunjuk.trimakasih
Bagaimana kalau istri meninggalkan suami lalu memburukkan keluaraga suami serta acuh tak acuh serta istri membawa anak dari hasil pernikahan yang saya mau tanyakan ?
Sanksi apa yang lanyak diberikan sama istri yang berlaku seperti itu?
Lanyakkah suami megambil anak dari hasil pernikahan sama istrinya?
Saya py abang yg telah menikah dan karunia kan 2 anak. Dari awal nikah sampai 4thn pernikahan mereka selalu stay di rumah pihak mertua’a (mama perempuan). Dan suatu saat mereka ribut akhirnya abang cabut dr rumah membawa anak2, sedangkan istri tetap stay di rumah mama’a.
Pertanyaan saya ::
Di dalam keluarga Kristen beradat batak simalungun apa boleh. Anak yg sudah menikah, ketika si anak ribut dengan istrinya, si anak kembali kerumah orang tua nya? Sedangkan istri ttp stay di rumah orang tua nya juga?! Padaal kedua orang tua abang saya sudah menyuruh abang saya kembali membawa anak2’a ke rumah mertua nya.
*******Bila keluarga pihak suami tersebut menerima permintaan tersebut maka status si perempuan sudah sama dengan “dipaulak”.
Bila belum “dipaulak” semua anak yang lahir dari hasil pernikahan tersebut adalah anak dari marga terdahulu. Bahkan bila kemudian hari perempuan tersebut meninggal dunia maka putra putri dari suami pertama berhak untuk meminta ibunya dimakamkan di makam keluarga mereka, karena hak dan kewajiban perempuan tersebut belum lepas. Sebaliknya bila sudah “dipaulak” maka putra putri dari suami pertama tidak berhak apapun bahkan bila mereka hadir diacara adat meninggal “mantan” ibunya, kehadiran mereka sama seperti pelayat umum bukan sebagai anak.
Saya tidak mengerti maksud kalimat diatas..
Maksud mantan disini bagaimana..
Setau saya tidak pernah ada mantan ibu atau ayah,
yang ada mantann istri atau suami..terimakasih
“mantan” ibunya yang dimaksud disana adalah mantan istri ayahnya. Jika sudah resmi dipaulak (dikembalikan) maka secara adat bukan lagi ibu dari anak-anak yg dilahirkannya bagi si suami yg mengembalikannya. Jangan campur adukkan pemahaman nasional dengan adat. Secara nasional tidak ada mantan ibu, secara adat bila sudah dipaulak maka dia tidak berhak menyandang sebutan ibu.
horas hula hula nami.
saya mau bertanya.
saya sudah menikah ( di adati ) dalam 2 tahun menjalani RT ada sedikit pertengkaran di karenakan faktor ekonomi dan istri selalu ngadu sama orang tuanya/ simatua ku terus membela boru nya. dalam pertengkaran jujur saya sempat manghonai tangan. di na naeng sorang boru nami anak pertama di pangidohon simatuangku do asa hipas di jolona boru na jala hu oloi. hape dung hipas boru nami sehat Di pasu-pasu Tuhan tu portibion dang olo mulak be istri ku tu jabu ku. dung hualap ma tu jabu ni simatua ku dohot abg samarga siringo tu jabu ni simatua ku br. manurung jala marsipanganon do dohot marjanji au tung naso jadi be ullahonon ku manghonai tangan tu parnijabu, olo ma hu boan mulak tu jabu nami pd saat i.
dung adong 3 bulan pas mulak karejo au tu jabu nami, hubereng ma dang di jabu be parnijabu dohot boru ku.
husukkun ma tetangga jabu, hape nga lao inna pagi sekitar jam 10.00 di boan abit na jala di ” alam/jemput simatua ku boru”
langsung do hu paboa kabar tu simatua ku siangkangan taringot tu kejadian on. alus nasida pada waktu i ” pasombu hamu ma disi holan na pailahon keluarga do simatua mi ” ima alus nasida.
dung i hu telepon ma tu bapak di huta alus na sanga do mampir ninna tu jabu parnijabu dohot simatua ku boru jala manjalo hepeng 2 juta naeng parsi susu ni pahoppuna.
hu putus hon ma asa hupasombu lao parnijabu di boan boru ku ( di alapi simatua ku boru )
dengan roha hu coba dalam 4 tahun asa naeng nian mardomu hami muse hape tetap mangido sirang br, manurung on tu au secara baik2 mambaen surat pernyataan di atas meterai. sonari boru nami nungga mar umur 5 tahun, alai dang olo au pajumpang jala menandatangan i surat pernyataan i.
antar songon dia do molo menurut ni lae taringot tu namasaon na ro tu RT hami. mauliate
0812 1811 7677
Ada baiknya natuatua ni marga muna (para tetua marga lae) datang menemui keluarga istri untuk membicarakan hal ini secara adat.
Secara prinsip saya sangat anti yang namanya perceraian, oleh karenanya diupayakan untuk rujuk kembali.
Tidak bisa saya jelaskan jalan apa yang akan ditempuh, karena ini menyangkut kebijakan keluarga besar (marga) lae menyikapi hal ini.
Horas lae. Dalam hati ada yg mengganjal karna saya kurang paham. Saya bertengkar dengan istri saya. Singkatnya nya ada keluar omongan saya ke istri karna terbawa emosi dan omongan ini baru kali ini. Saya bilang smbil emosi “sekarang kau pulang kerumah inang. Telplah inang. Jangan kau balik lagi kesini” bgitulah yg saya ucapkan ke istri dan istri saya pun menelpon mama nya. Mak aku mau kerumah dan tidak mau pulang lagi kesini(kerumah saya suaminya) ditanggapi oleh mertuakulah. Ya udah datanglah kerumah kata mamanya. Yg mau saya tanyakan apakah itu termasuk paulak parumaen ya lae secara tidak langsung.? Karna pada saat saya jumpai istri saya kerumah mama nya. Mama bilang kau sudah pulangkan boruku ini. Saya bilang saya tidak tau inang kalau itu termasuk mempulangkan boru inang. Trus saya minta mf. saya disuruh buat surat perjanjian oleh simatua saya. Pilih antara dua. Kalau gitu buat surat pernyataan atau ini akan mardongan natua2. Mksd simatua saya supaya kami berpisah. Apa yg harus saya lakukan. Mohon pencerahanya lae.
Shalom
Saya menikah dengan pariban saya Dec 2015, RT kami berjalan sangat tidak harmonis, diisi dengan pertengkaran. Akhrinya kami berdua sepakat untuk bercerai. Namun saya sebagai pihak perempuan berkali-kali diusir dari tempat tinggal kami. Bagaimana adat tindakan saya sebagai isteri?
Saya kurang paham maksudnya. Sudah sepakat bercerai tetapi masih berkali-kali diusir dari tempat tinggal ?
Tolong diperjelas, agar tidak salah memberikan tanggapan.
Horas..
Saya mau sedikit sharing dan bertanya. saya bukan boru batak (asal maluku), dan saya menikah dengan cowok batak (marga tobing) karena kecelakaan (hamil di luar nikah). Kami telah menikah, tetapi kami belum di mangadati krn blm ada biaya. Kami menikah dengan persetujuan kedua belah pihak tetapi pihak perempuan tdk menuntut harus da sinamot dulu baru nikah yg penting ada pertanggung jawaban, maka kami menikah tanpa sinamot dan kehadiran dari pihak si perempuan , karna keluarga si perempuan berada di papua dan juga keuangan sedang sekarat. Oleh karna itu pihak perempuan tdk dpt hadiri pernikahan tetapi tetap merestui. Selang beberapa hari setelah menikah, mertua saya (ibu si laki-laki) berkata: kalau diadat batak jika belum mangadati berarti blum sah secara adat, jadi jika kelak berpisah sebelum mangadati itu tidak masalah.
Pertanyaan saya: Kepada siapa nanti hak asuh si anak (Usia di bawah 1 tahun) jika suatu saat ada perselihan dan tidak dpt diselsaikan dg baik-baik. Sedangkan si istri menikah tanpa ada sinamot dan belum mangadati?
Ditunggu balasannya, terima kasih.
Horas..
Syalom Amang, saya seorang ibu dr satu bayi berumur 4 bulan, sdh 3 minggu saya di rmh org tuaku, aku pergi dr rmh mertua karena sdh tdk terima diperlakukan tdk baik oleh mereka,dan suami saya hanya peduli dgn perkataan dan perasaan mertuaku, tapi tdk menjaga perasaan dan mental istrinya. Saya pergi karena saya telah mengalami kekerasan yg sgt menyakitkan hnya karena mslh sepele. Jd skrg hubunganku dgn mertuaku dan dgn suamiku tdk harmonis. Aku tdk mau bercerai, aku hanya ingin dia sadar bhwa anak istrinya adalah masa dpnnya, dan spya dia tdk semena-mena melakukan kekerasan padaku lagi. Aku skrg bingung mau apa, krna di satu sisi suamiku sdh memaki-maki Ibuku lwt telepon krna HPku mati.Dr hatiku aku ingin kami rukun tp jgn ada campur tgn mertuaku di RT kami.Utk kembali kesana begitu saja aku malu, sdgkan orgtuaku tdk mau mengantarkan aku. Dan suamiku jg tdk ada itikad baik nampaknya. Mohon pencerahannya Amang.. Terimakasih
Masalah ini pelik, saran saya bicaralah dengan Tulang suamimu.
Jika pernikahan kalian sudah diadati (nikah secara adat), maka Tulang suamimu sudah berjanji (martintin maranghup) dengan orangtuamu bahwa terhitung sejak pernikahan kalian mereka menganggap dan memperlakukan dirimu seperti putri mereka.
Konsekuensi dari hala itu, bila ada pertikaian dalam rumah tangga kalian, maka yang terlebih dahulu menyelesaikannya adalah Tulang suamimu.
Suamimu dan keluarganya tentu lebih sungkan dan respek kepada Tulang suamimu karena mereka adalah Hulahula dari mertuamu.
Saran saya cobalah sampaikan permasalahan ini kepada Tulang suamimu.
Doa saya semoga kalian hidup rukun kembali.
Maaf sebelumnya
Saya orang batak juga,,saya marga batubara,,,saya sangat sayang sama isteri saya,
Tapi g tau kenapa,,belakangan ini asal ada problem isteri saya sangat suka bilang kata cerai
Saya tidak bilang saya benar
Saya juga sering salah
Tapi,untuk ,engatakan hal kata pisah
Saya paling anti,,isteri saya juga orang batak,,,karakternya sangat keras,,saya bukannya takut pisah
Cuman saya masih mikir agama
Dan mikir keluarga dan juga dongan sahuta,,sepertinya isteri saya sudah terlalu hobi mengatakan hal itu
Jadi buat saya trkadang apa y,,dulu harus merid sama orang batak kata orang tua
Setelah merid kadang trpikir,,lebih baik juga sama halak ion,,,saya sudah capek,,,maaf sebelumnya y,,sattabi,,tidak semua orang batak itu memikirkan namanya perceraian,,mauliate
Turut prihatin atas pergumulan hidup lae. Saran saya gumulkan dalam doa agar damai sejahtera dari Allah senantiasa melimpah bagi keluarga lae.
Masing2 mau introspeksi dan memperbaiki diri. Yang dipersatukan Allh tidak boleh berpisah kecuali oleh karena kematian.
Doaku bagi keutuhan dan keharmonisan rumah tangga lae.
Horas,mau tanya bagaimana bila si laki laki mandul dan akhirnya mengambil jalan menggunakan anak tabung bagaimana adatnya apakah dianggap sah menjadi anak dari laki laki dan proses adatnya bagaimana?
pagi tulang
yang saya baca dari tadi adalah soal ADAT
jadi disini tidak ada yang nama nya hati
sebegitu TINGGI kah ADAT itu??
coba tulang beri solusi untuk masalah ini
dia menikah dengan perempuan batak tapi perempuan batak itu sendiri membayar sinamotnya,,, uang pesta setelah pesta selesai ada utang yang ditimbulkan dan akhirnya mencoba menyelesaikan tapi pada akhirnya laki2 batak itu tak bertanggung jawab,, wanita batak itu terus bekerja siang dan malam hanya untuk menutupi utang dan bahkan di jadi kan budak nafsu juga dan tidak di nafkahi selama 3 tahun
setelah 3 tahun akhirnya wanita batak itu sadar ada yang gak benar dgn rumah tangganya
dia minta di recaikan tapi si laki2 batak itu tak mau..
dan keluarga wanita itu tidak ada yang memihak dia mala menyuruh mempertahan kan gr2 ADAT tersebut
mana lebih bagus?? sirang so sirang atau sirang selamanya???
Adalah lebih elegan dan bijak bila permasalahan seperti ini dibicarakan di keluarga ini.
Ayo bicara dengan keluarga.
Horas lae…
Manukkun majo au…
Bohado..molo lao istri sian jabu…ala na selingkuh???sai di jalo do anak nami …alai dang hulean…
Alai dang husirangkon dope..
Aha do si baenonku????
Alana selingkuhan nai do naujui.waktu marhallet..parjolo donganna modom..baru pw asa tu au…
Jd hami pe wktu tarpasu pasu ulaon sadari do..ahado tindakan ku lae…
Mauliate..
Bicarakan baik-baik dengan keluarga.
Horas amang, sy ada rencana menikah dengan duda cerai beranak. Apakah pada saat menikah nanti, orangtua saya harus mangulosi anak’ calon suami saya ( sebagai pertanda orangtua saya menganggap mereka cucunya)?
Tidak ada acara mangulosi bagi anak dari Suamimu itu.
Bapatua…
Ada salah2 kata yang kubikin ke Amantaku yang bikin suamiku pergi ke rumah simatua ku dan tinggal disana selama 2 bulan
Sudah kucoba bolak balik minta tolong ke anggi ku, tapi kata amanta ku, lok ma isi ibana, naeng hucoba dang markomunikasi be tu ibana.
Pertanyaanku Bapatua, kalau nanti dijamah Tuhan hati Amantaku terus pulang lah dia, ada nya adat yang harus dia atau aku lakukan ?
Mauliate godang da Paktua…
Nggak perlu ada acara adat, karena situasi yang demikian tidak dipandang sebagai cerai. Hanya cooling down saja.
Saran saya itolah yang coba langsung bicara sama lae itu.
Doaku semoga rukun kembali.
Terima kasih banyak Bapatua
horas amang boru,aku dah nikah amang boru usia 19 thn kini rmah tanggaku dah 3thn aku dijodohkan ma kakak.kami pacaran jarak jauh dan sesudah nikah pun jauh jg,slama berumah tngga aku gak dibiayain ma suami gajinya gak prnh aku tau dia cuek ma aku.uang dia sama kakak saya dikasih ma ATM nya.saya merasa dia gak syng aku,hingga saya ngedit foto saya ma lakilaki biar dia cemburu.mulai dr situ dia suka mabuk dan main judi’ diangadu ma keluarga saya keluarga smua menyalahkan aku.mereka blng aku hrs bertahan wlaupun tdk di biayain,aku gak tahan ingin bercerai tp mereka blng aku harus bayar uang pesta dulu apa yg harus aku lakukan amang boru?
Masalahmu ini sangat pelik. Saran saya baiknya dibicarakan dengan Tulangnya suamimu. Karena secara moral ke merekalah engkau mengadu bila ada masalah keluarga yang tidak dapat kalian selesaikan. Tulang suamimu juga punya kewajiban untuk menyelesaikan masalah kalian. Jangan mengadu ke Nainggolan.
Semoga amongmu Tulangnya suamimu itu bijak menyelesaikan masalah ini.
Horas Bapa, naing manukkun nian aha do maksud na ” ADAT MANUKKUN HUTANG “
Konteks kalimat Manunghun Hutang ini perlu diperjelas dalam acara apa ?
Jika di ulaon Marhata Sinamot itu berarti Paranak menanyakan kepada Parboru perihal kewajiban mas kawin (sinamot) yang harus mereka bayarkan.
Kurang tau pasti bapa. Cuma penasaran aja krn temanku cewek mau nikah jadi diundang semua tulang nya. Katanya itu adat manunghun hutang.
saya mau bertanya, saat ini saya akan menikah dengan lelaki (duda anak 1) diluar batak dan sudah bercerai secara sah beberapa tahun lalu karena istrinya selingkuh, jika saya menikah dengan dia, apakah nanti saya akan kena hukum siasat gereja? jika saya menikah dengan pria katolik apakah juga akan kena hukum siasat gereja?
Jika betul istrinya selingkuh dan menikah duluan, maka jika kelak suami tersebut hendak menikah maka dia tidak akan kena siasat gereja. Demikian juga wanita yang dinikahinya belakangan(istri baru) tidak akan kena siasat gereja.
Namun demikian harus dapat dibuktikan bahwa betul mantan istrinya itu yang duluan menikah dengan pria lain.
Horas amang, saya mau tanya bagaimana kalau ada janda (dan juga anak yatim piatu pula) dengan suami meninggal dengan satu anak lelaki dan masih tinggal bersama kel.besar alm.suaminya, lalu setelah 4 tahun menjanda, menemukan laki batak single yang sama2 mereka sdh tidak muda lagi ingin menikahinya. Apakah dengan adanya anak tersebut akan menjadi persoalan bagi niat baik mereka ya Amang. Bagaimana solusinya shingga mereka dapat dimudahkan melangsungkan pernikahan. dan bagaimana adatnya karena sdh tidak punya orangtua lagi, tetapi pihak pria ingin memakai adat jg. Bnyk Tk Amang.
Meskipun orangtuamu sudah tiada, toh ada saudara laki-laki atau pun bapauda maupun anak dari bapatua/bapaudamu, merekalah hulahulamu pengganti orangtuamu.
Jika ada rencana menikah lagi, itu harus seijin dari keluarga almarhum suamimu.
Jika mereka tidak ijinkan maka tidak bisa, karena statusmu adalah paniaran (istri dari klan marga itu).
Jika mereka setuju maka ada rangkaian adat yang harus dilakukan pria yang hendak menikahimu. Nah itu urusan keluarga pria tersebut. Kalau dia orang Batak maka keluarga besarnya (marganya) yang akan berurusan dengan keluarga mertuamu saat ini.
horas ito..saat ini saya tlh bpisah dr suami selama 6th,sbelumny kami mangalua.dulu pihak mertua (amang:NIAS,inang:TOBA, mrk menikah scra adat Toba) ingin segera mangadati,tp krn orgtua masih menolak,shgga urung dlaksanakan.2th prnkahan anak saya laki2 lahir (pahopu panggoaran),tp masalah pn muncul krn suami KDRT.meskipun kmi tinggal drmh orgtuanya,mrk tdk dpt melindungi saya dr perbuatan anaknya.lalu saya lari krumah orgtua saya hingga saat ini.anak ikut saya.
Hingga saat ini kami msih sm2 sndiri (blm menikah lagi) & berusha agar anak mndpt ksih sayang yg utuh.bbrp bulan terkahir kmi memutuskn utk rujuk,meskipun ayah saya mnolak mentah2 krn luka hatinya atas perbuatan suami dan sikap mertua. Krn bahkan mereka sm skali tidak berusaha menyelesaikan masalah kami ini,shgga keluarga saya menganggap pembiaran.
Yg ingin saya tanyakan to:
1.apa yg harus saya lakukan sekarang? Saya tau tidak boleh ada perceraian,namun anak saya membutuhkn kasih sayang dr k2 orgtuanya. Tp ayah saya tdak mau menerima suami, &lbh mnyarankan sy utk mnikah lagi
2.utk rujuk sendiri (dalam kondisi mangalua) apakah ada aturan adatnya? Semntara kami blm mangadati
mohon bantuan nya ito
terima kasih. Tuhan memberkati
Keinginan utk rujuk kembali adalah hal yang baik. Pastikan kalian berdua berdamai, masing-masing berkomitmen utk memulai lembaran baru.
Jika memanng sudah mantap (yakin dan komitmen teguh) maka secara adat adalah baiknya ya mangadati.
Perihal penolakan orang tua, mungkin lebih kepada kekhawatiran jangan sampai anaknya mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya.
Saya wanita asal lampung dan suami saya asal sumatera utara pematang siantar, suami saya meninggalkan saya hanya karena saya selalu mengoceh dan ga memperlakukan saya layaknya sperti seorang istri,suami saya marga panjaitan meski dia sudah mukuli saya pijak pijak kepala saya ,dan saya tetap kembali pada nya saya pertahankan apapun alasanya di pernikahan saya, jika saya tidak punya suami bagaimana nasib anak saya itu yang saya pikirkan,
Saya turut prihatin atas apa yang saudari alami. Gumulkan dalam doa agar suami berubah.
Tidak salah bila berkeluh kesah kepada Tulangnya suami (saudara lakilaki dari ibu suami), agar mereka menasehati suamimu.
Maaf Amang? Saya mau shearing,Saya punya parumaen sudah 10 thn berkeluarga,dan tidak punya anak sampai skarang,Akhir2 ini parumaen itu selingkuh sudah 7 bln baru ketahuan,Pendek cerita dari gereja sudah di RPP,dari parsahutaon pun si laki2 dan siparumaen sudah mengakui semua perselingkuhan nya,Terus terang Anak ku dan saya sebagai orang tua sepakat tidak memakai nya lagi{ harus bercerai} Karena parumaen dijemput dengan adat batak{ adat nagok} maka kami pihak laki2 bermaksud mengantarkan parumaen dengan adat batak baik2.Kendala nya Amang : 1,Si Perempuan bersikeras harus cerai di Pengadilan sementara Surat Nikah mereka hanya dari :Acta Kawin dari Gereja, 2,Si Perempuan menuntut harta gonogini. Sementara asal mula harta gonogini adalah berupa uang saya kirim buat modal anak saya.Mohon bantuan penjelasan jalan keluar nya Amang, Horas
Terima kasih, sedikit banyak artikel ini Sangat membantu saya utk memahami adat suku batak. Saya seorang jawa…sebenarnya adatnya tidak beda jauh dgn suku jawa, ada pakem2 adat yg harus dipenuhi jk terjadi perceraian. Saya pernah menjalin hub dgn batak yg statusnya blum berpisah dgn istrinya, walaupun saya tahu rumah tangga mereka bermasalah… Tapi pacar saya sulit lepas dari pernikahannya walaupun dia sangat menginginkannya. Sekarang saya mengerti hubungan kami tdk bs dilanjutkan.
Horas amang….
Begitu banyak pencerahan yang diberi.
Melalui ini saya ingin sekali menemukan jawaban yang pas atas keadaab yang saya alami dengan kakak serta adik saya.
Pertanyaan saya amang :
Mamak saya adalah seorang Janda yang ditinggal mati oleh Bapa saya. Tanpa seizin kami telah melakukan pernikahan dengan Bapa uda kami yang juga Duda karena ditinggal mati oleh Inang uda kami. Saat ini Mereka telah sah menjadi suami istri lagi secara gereja meski kami anak2nya tidak menyetujui.
Pertanyaan ku amang secara adat,
1. apakah layak mamak membawa uda ini untuk tinggal di rumah kami bahkan tanpa membawa barang apapun. Bahkan pernikahan mereka dibiayai oleh mamak semua?
2.Apakah bisa simamak membawa barang2 dari rumah tinggal kami dan membawanya ke rumah kami yang 1 lagi yang waktu itu posisinya tidak ditempati dan mereka tinggal disitu??
3. Apakah bisa simamak berusaha meminta surat2 berharga seperti Surat tanah yg memang atas nama mamak sendiri untuk dibawanya lagi dan mamak hidup bersama orang lain meski bapa uda kami sendiri?
Mohon pencerahan nya amang kalau bisa sumber nya agar kami sebagai anak yang juga sudah menikah dan sudah memiliki anak tidak salah dalam melangkah.
Terima kasih.
Ada tiga jenis pernikahan seorang janda dari seorang mendiang suami, yakni:
1.Molo tu anggina do manang tu hahaanggina na solhot situtu dope partubuna tu na hinabaluhon ni ina i, di goari ma lahi-lahi i na “manghabia”.Holan partangiangan saripe do dipatupa di si dung sun di pasu-pasu pangula ni huria. Dung dihabia ro ma boru i dohot namanghabia tu huta ni Parboru laos ulosan ni Parboru ma nasida. Ulos nadipasahat ni Parboru tu hela dohot boruna digoari ma i Ulos Pangopo.
(Yang menikahi janda mendiang adalah saudara kandung almarhum suaminya, termasuk ompu martinodohon)
2. Molo dongan sabutuha naung holang do na pareak na mabalu i, di goari ma i “pagodanghon”. Di bahen do adat marsipanganon dung sun di pasu-pasu pangula ni huria, jala di adopi Hula-hula ni na mabalu i do i.
(Yang menikahi janda mendiang masih satu marga namun sudah agak jauh – tidak lagi saompu martinodohon)
3.Molo marga na asing do na pareak na mabalu i, digoari ma i na “mangkampi”. Bahenon ni pangkampi do di si adat jala lehonon ni pangkampi do tu par parumaen i hepeng na ginoar “si pangimbangi”. Hua-hula ni na mabalu i pe jinou do tu ulaon i.
(Yang menikahi janda mendiang adalah marga lain).
Berdasarkan hal tersebut diatas, saya perlu mengkonfirmasi, apakah bapauda yang kaian sebutkan adalah adik kandung dari almarhum ayah kalian ?
Jika ya, maka pernikahan itu sah dan masuk kategori no 1 (manghabia), tidak perlu ada persetujuan dari anak-anaknya, bahkan keluarga dekat pun tidak bisa asa yang keberatan. Karena kita sudah Kristen perlu pemberkatan nikah. Dahulu ya langsung saja “bercampur” dan itu sah secara adat karena ibu tersebut tetap di klan suaminya.
Terkait pertanyaan 1,2,3 jika bapauda kalian yang menikahi ibu kalian maka itu sah dan si ibu berhak melakukannya. Ai ndang adong na meret disi (tidak ada hal yang berpindah-termasuk waris).
Itu secara adat Batak. Namun kalau bicara hukum waris negara, tentu ada sedikit perbedaan. Untuk hal itu para ahli hukum lebih paham.
Demikian yang dapat saya sampaikan.
Horas amang boru, saya mau nanya, saya perempuan umur 26 tahun, orang tua saya menikah (diadati) dan bercerai saat saya kecil.
Ibu saya yang menceraikan, karena ayah saya ketahuan selingkuh, memakai obat-obatan terlarang, kdrt dan karena ibu saya pada saat itu susah mendapatkan anak laki-laki.
Setelah bercerai, saya tinggal bersama ibu karena ibu yang mendapat hak asuh, namun kadang-kadang menginap di tempat tinggal ayah.
Ibu dan Ayah saya pun telah mempunyai keluarga masing-masing. Ayah sudah menikah dan diadati kembali namun Ibu saya menikah tapi belum diadati.
Semakin saya besar sampai saat ini, hubungan antara Ibu dan Ayah saya tidak pernah baik selalu saja menjelekkan satu sama lain.
Pertanyaan saya, saya berencana untuk menikah dengan pasangan saya, dan sepertinya Ayah saya enggan untuk mengikutsertakan Ibu kandung saya beserta keluarga (termasuk tulang) karena menurut Ayah saya, Ibu saya dan keluarganya sudah tidak mempunyai hubungan lagi.
Ketika acara adat, siapa yang menikahkan saya dalam arti duduk bersama di atas panggung (Ibu kandung saya atau Ibu tiri saya) dan bagaimana dengan pihak tulang dari Ibu kandung?
Karena jujur hal itu yang membuat saya jadi mengurungkan niat saya untuk menikah, saya tidak ingin menyakiti hati Ibu kandung saya.
Mauliate
Turut prihatin atas apa yang terjadi pada orangtuamu.
Dampak dari perceraian tersebut terjadi pada dirimu.
Tentu saja keluarga besar marga ayahmu tidak akan mengijinkan ibumu duduk berdampingan dengan ayahmu. Karena perspektif mereka, ibumulah yang meninggalkan klan marga mereka. Jadi yang akan duduk mendampingi ayahmu tentulah istrinya yang sekarang.
Perihal Tulangmu, kamu berhak meminta kepada ayahmu dan saudaranya (bapatua/bapauda) agar Tulangmu kandung hadir dan mereka yang menjadi Tulang di pesta pernikahanmu. Terlepas dari ibumu (ito/boru mereka) telah bercerai, namun tidak bisa dipungkiri merekalah Tulang kandungmu, bukan saudara dari istri ayahmu sekarang.
Jika Tulangmu hadir, maka ibumu bisa hadir mengikuti rombongan ibotonya (rombongan Tulangmu). Hanya saja pastikan bahwa ibumu jangan membuat kegaduhan karena itu justru akan mempermalukan dirinya dan Tulangmu.
Pahit memang kenyataan yang kamu hadapi, tapi janganlah karena hal ini kamu jadi tidak berniat menikah.
Justru sebaliknya tunjukkan bahwa menikah itu hidup bahagia.
Renungkan dan pergumulkan dalam doa. Engkau akan diberi khidmat.
Terima kasih atas penjelasannya amang boru, namun ada 1 pertanyaan lagi yang saya lupa tanyakan.
Perihal Tulang, ibu kandung saya mempunyai 2 saudara laki-laki.
Alasan Ayah saya tidak mau mengikutsertakan keluarga ibu saya karena:
Tulang saya yang pertama sudah pernah menikah 2 kali (sekarang sudah bercerai lagi) dan pernikahan yang terakhir tidak diadati.
Sedangkan Tulang saya yang kedua belum menikah.
Apakah karena kedua hal tersebut, Tulang kandung saya tidak dapat hadir di pesta adat saya kelak?
Mauliate
Untuk Tulang yang status pernikahannya cerai, itu bukan alasan utk tidak bisa hadir. Toh Tulang mu itu juga pasti punya haha anggi (kakak adik) dari ompungmu yang lain. Memang yg masih bujangan tidak ada “tempat” diadat pernikahan orang Batak.
Jangan melihat person Tulangmu, tetapi lihatlah bahwa darah yang mengalir di tubuhmu adalah darah marga itu, bukan darah saudara laki-laki dari ibu tirimu.🙏
Horas Amang.
Aku mau tanya sedikit masalah adat adat batak bolehkah?
Silahkan, sepanjang bisa saya jawab akan saya jelaskan. Kalau respon tidak cepat harap maklum karena biasanya saya online di malam hari atau hari libur.🙏
Horas amang,
Saya mau tanya, jika ada seorang duda cerai mati memiliki 3 boru yg sekarang sdh dewasa, lalu menikah lagi dengan janda cerai mati yang memiliki 2 anak dan 1 boru marga lain. Bagaimanakah status si duda tersebut di keluarga istrinya terdahulu? apakah masih terhitung sebagai hela/ boru? jika ada ulaon pesta atau di keluarga istri pertama yang meninggal apakah masih diulosi? (misalnya ulaon mertuanya jikalau kelak meninggal). Jikalau borunya nanti menikah, hula hulanya dari istri pertama atau hula2 dari istrinya sekarang?.
Lalu bagaimana kah jika anak2 dari istri kedua nya menikah nanti, apakah ayah tirinya ikut berperan pada saat acara adat?
Mohon pencerahan dari amang.
Maulitae
Jika menikah lagi karena mabalu (ditinggal mati oleh pasangan hidupnya) maka baik secara adat maupun agama hal itu sah.
Perihal posisi suami almarhumah di keluarga Parboru, maka dia tetap masuk hitungan boru (hela), posisinya tidak berubah, kelak bila anak/boru yang dilahirkan mendiang istrinya menikah, maka keluarga mertuanyalah yang jadi Hulahula – Tulang ni anak/boru yang menikah tersebut, betul keluarga istri ke dua juga diundang sebagai Hulahula. Namun yg berperan sebagai Tulang pangoli/boru muli adalah marga ibu yang melahirkannya (bukan ibu tiri).
Sebaliknya anak dari istri kedua yang dibawanya (marga suami almarhum suaminya) bila menikah maka yang berhak
menikahkannya adalah keluarga almarhum suaminya (bapa tua, bapa uda dari anak tersebut).
Klo istri baru 3 bulan menikah..sudah melaporkan ke ibunya seluruh kluarganya yg aneh2, dan berkali2 kabur dari rumah, dan terakhir pergi g tau kemana, dan kluarganya jg bilg g tau dimn pdhal mereka tau..
Pihak laki mau sirang dan dan mau di selesaikan apakah bisa melalui surat tertulis lengkap tdtgn kedua belah pihak..kareba pigak boru tdk bisa diajak kerjasama dan dihubungi dgn baik
Klo istri baru 3 bulan menikah..sudah melaporkan ke ibunya seluruh kluarganya yg aneh2, dan berkali2 kabur dari rumah, dan terakhir pergi g tau kemana, dan kluarganya jg bilg g tau dimn pdhal mereka tau..
Pihak laki mau sirang dan dan mau di selesaikan apakah bisa melalui surat tertulis lengkap tdtgn kedua belah pihak..kareba pigak boru tdk bisa diajak kerjasama dan dihubungi dgn baik
Pertemuan tetap menjadi pilihan terbaik untuk menyelesaikan masalah. Dibutuhan mediator agar kedua belah pihak dapat menyelesaikan perselisihan. Siapa mediator ? Yang paling tepat adalah Dongan Tubu suami, namun bisa juga Tulangnya Pangoli (Tulangnya si suami).
Shaloom …
Nama saya imanuel pardede…
Saya punya ibu br.simatupang ….dulu pernah bercerai dengan mantan suami nya..yaitu marga simanjuntak.
Dan mempunyai 3 orang anak dari mantan suami nya..
Pertanyaan saya..?
Apakah bisa saya menikah dengan br.simanjuntak…
Sedangkan seperti topik diatas kalau sudah “dipaulak ” tidak ada lagi hubungan nya…melaikan mengikuti suamu yang baru yaitu yang marga pardede…
Menurut amang bagaimana?
Mohon info nya?
Pertanyaannya sekarang br Simanjuntak temanmu itu apakah masih keturunan mantan suami ibumu ? Atau masih kekuarga kerabat mereka (saompu).
Jika masih kerabat mereka tentu pihak keluarga Simanjuntak tidak akan merestui hububgan kalian.
Namun jika hubungan kekerabatan sudah jauh mestinya tidak ada halangan.
Tidak….
Kalau tidak maka tidak ada masalah.
Shaloom amang …
Permasalahan
Ibu saya br.simatupang pernah menikah dengan marga simanjuntak …
Dan mempunyai 3 anak…
Dan terjadi perceraian ( sudah dipaulak) antara kedua belah pihak….
Sedangkan sekarang ibu saya br.simatupang telah menikah lagi dengan marga pardede…
Dan mempunyai 4 anak…
Dari penjelasan diatas kalau telah dipaulak maka hubungan dari mantan suaminya dan anak nya putus….
Maka
Pertanyaan nya adalah
Apakah bisa saya marga pardede – menikah dengan br.simanjuntak?
Mauliate
Gbu
Saya marga pardede ..
Anak dari hatutubuni br.simatupang.
Apakah saya bisa menikahi br.simanjuntak..sedang marga simanjuntak itu adalah marga mantan suami dan anak anaknya ..terdahulu..
Mohon infonya?
Terimakasih
Horas..
Saya memiliki istri dan 2 orang Putra dan telah menikah selama 5th.
Dari awal kelahiran putra pertama kami. Mertua saya selalu ikut dgn kelurga kecil kami s/d kurang lebih 4,5th.
Istri saya memiliki 1 Saudari kandung (Telah menikah dan pny 1 putra serta tinggal bersama mertua saya di lain pulau) dan serta memiliki Orangtua ayah pengidap stroke serta Orangtua ibu sehat jasmani dan rohani.
Dalam berumah tangga saya selalu mencukupi segala kebutuhan rumah tangga, dan tidak pernah melakukan KDRT, Selingkuh, mabuk2an dll.
Pada saat ini istri saya pergi meniggalkan saya serta mebawa kedua putra kami kerumah orangtuanya (Lain Pulau) dgn alasan Utk Menjaga Ayah Mertua saya, padahal disana istri kerja juga. Pada saat dijakarta sudah berhenti bekerja
Yang menjadi pertanyaan saya Apakah boleh istri meninggalkan suami, (Menurut dasar hukum adat batak/alkitab) dgn alasan menjaga orangtuanya agar tidak kesepian dan apabila terjadi sesuatu hal terhadap ayah mertua saya (Meninggal) Istri telah berbakti terhadap orangtuanya.
Mohon bantu Pencerahan dalam dasar adat batak/Alkitab. horas
Tuhan memberkati. amin
Baik secara adat Batak maupun secara Kekristenan, seorang istri tidaklah baik meninggalkan suami apapun alasannya. Seorang wanita yang telah menikah dia harus hormat serta kasih dan tunduk kepada suaminya. Kalaupun karena rasa kasih kepada orangtua untuk mengurusnya, haruslas dibicaraka n dengan suami dan keputusan pembicaraan itulah yang dijalankan.
Horas amang. Adong sisungkunonhu. Adong ma sada keluarga, tarpasupasu, maradat huhut dipestahon dohot denggan. Dung nania leleng na nasida marhasohotan, dipalumehon Tuhan ma di nasida dua dakdanak (boru) songon urat na hot. Denggan do parrumatanggaon nasida saleleng on. Ala ni merubah nasip ni parngoluon, pinda ma nasida tu Jakarta. Sahat di jakarta nasida, dapot ma parkarejoan ma tungganidoli/suami/siadopan. Alai, ala ndang di jakarta parkarejoan ni si suami on, gabe pisah inganan ma nasida. Jala masa pe songon i, ala sian dos ni tahinasida do i (suami istri) suang songon i nang keluarga ni paranak dohot parboru. Jadi, ndang adong na gabe parbonsiran di pudian ni ari. Diramoti inantasoripada/pardihuta/isteri i do boruna dohot denggan, simbur magodang, sikola denggan dohot angka naasing. Ndang adong nahurang pinatupana tu keluarga dohot tu ianakhon i. Komunikasi nasida pe songon suami istri denggan do, ai tarida do i, molo ro tungganidoli/siadopan na i tu jakarta, ndang adong na huida na hurang. Alai dipartingkian na parpudi on, adong ma pangalangkaon ni tungganidolina i na maralo tu haporseaon, gabe marroharoha ma tungganidolina i/siadopanna i tu borua na asing, na so boru batak, jala pandokna, nunga marparbue bortian ni si borua on, sian boni ni tungganidolina i.
Dung songon i situasi i, martahi ma si suami/tungganidoli i naeng maniranghon pardihutana/isterina na sah i (alai si isteri, ndang olo sirang), jala mangaringkot naeng mangalap borua na jumpangna di luat na dao i. Jala berencana do natoras ni paranak manolopi tahi ni anakna i.
Sisungkunonhu amang, ala marpardomuan do namasa on tu adat dohot tu parhuriaon (ala tong do binoto, ai parhalado ni huria do hamu di Bonang Indah): 1. Dia nihirim do nian, adong dalan na ummuli marpardomuan tu sahaporseaon, alai molo so numpang, aha do sipatupaon (na marpardomuan tu adat dohot tu huria) laho mangadopi sisongon on. 2. Ndada parripena/si istri na na manggogo naeng maniranghon, alai si suami i sandiri do. Ala marpardomuan tu adat batak dohot haporseaon do topik on, ise do na gabe maniop hak asuh ni dakdanak on? gabe tu keluarga ni si bawa/suami do, manang boi do hot di si isteri i sandiri? 3. Kebetulan, ala pahompu panggoaran do rindang ni keluarga on, molo masa ma parsirangon on, aha do hak na, jala dia ma sipatupaon tu son? 4.Boi do tulahon ni si isteri/pihak partoru rencana parsirangon on? Molo so boi do, aha ma sipatupaon tu si, amang? 5. Songon tamba hi hatorangan, tuk do gogo ni si istri laho pagodanggodang ianakhonna on.
Godang dope nian sisungkunonhu tu amang, alai sian barita na jempek i, nga boi ra songon na aris amang na masa i. Mauliate godang di tingki ni amang laho mangalehon panuturion tu au. Horas
Amang aku mau tanya, saya boru sinaga mama boru limbong, opung boru yg melahirkan mama boru sinaga begitu juga diatasnya yg melahirkan opung boru boru limbong, menurut amang ini gimana
Ada ungkapan orangtua Batak : Rundukni eme do gabe na. Padi yang merunduk dan saling bertautan biasanya bulirnya banyak dan padat berisi.
Ungkapan ini bertujuan mengatakan kalaupun bertautan terkadang Boru terkadang Hulahula semoga semua selamat sentosa jauh dari marabahaya.
Dahulu sekali, hal seperti itu tidak lazim. Namun belakangan sudah mulai bisa dimaklumi dan diterima para tetua adat.
Yang masih sulit diterima umum (semua klan) adalah misal ito saya menikah dengan marga Manullang, kemudian saya hendak menikah dengan boru Manullang. Bagi sebagian besar klan marga ini masih belum bisa dterima dengan alasan naung gabe Hulahula gabe Boru.
Untuk yang dirimu ceritakan kan sudah bisa diterima/dimaklumi sebagian besar klan marga.
Amang saya mau tanya, saya boru sinaga, ibu saya boru limbong, ibunya ibu saya boru sinaga, begitu juga diatasnya opung boru saya ini ibunya boru limbong, menurut amang apakah hina dimata adat, mauliate
Apa ada yang berkata bahwa hal itu hina secara adat ?
Ada ungkapan sijolojolo tubu : Runduk ni eme do gabena.
Maknanya adalah kalaupun hubungan kekerabatan “suhar” (terbalik yg tadinya Hulahul gabe Boru atau sebaliknya) bulan berarti bahwa hal itu tabu. Memang dahulu kala orang mengjindari hal itu terjadi agar tidak ada ras sungkan di kemudian hari.
Namun kesimpulan tidak ada seorang pun bsrhak mengatakan hal itu sebuah kehinaan dalam adat Batak, kecuali menikah satu marga atau sapadan.
Horas Amang
Saya mau bertanya. Ada seorang anak perempuan yang sudah berpisah dr suaminya dan memiliki anak perempuan. Dan pihak lelaki tidak memulangkan si perempuan ini secara adat. Si perempuan ini tinggal dengan mamanya yg sdh janda. Dan di rumah mamanya ini tinggal anak lelakinya beserta anak2 dan istrinya dan 2 org ito nya. Menurut adat batak apakah salah anak perempuan ini beserta anaknya tinggal di rumah mamanya? Si perempuan ini memiliki usaha warung kelontong kecil di tempat lain. Dan dia beserta anaknya hanya tidur saja di rumah mamanya. Tidak meminta makan ke mamanya. Dan apakah pantas si anak lelaki ini yg merupakan adik si perempuan ini mengusir perempuan ini yang merupakan kakaknya sendiri? Mohon bantu pencerahannya menurut adat batak amang. Terima kasih
Kalau kita memaknai secara harafiah, ketika seorang perempuan telah menikah (dipahuta) artinya dia sudah menjadi bagian dari keluarga marga suaminya. Terlepas kemudian dia berpisah (pisah ranjang bukan dipaulak oleh marga tersebut) maka si perempuan yang sudah menikah itu tetap bagian dari keluarga marga suaminya. Memang sebaiknya dia tidak pulang ke rumah ibunya, lebih baik dia berjuang mandiri.
Namun bila karena kondisi dan lain hal harus menumpang ke rumah orangtuanya, bukan berarti itonya (saudara laki-lakinya) seenaknya mengusir dia. Adalah lebih bijak saudara laku-laki tersebut menopang itonya agar mandiri.
Dari sisi adat memang baiknya dia mendorong itonya itu kembali ke keluarga suaminya, kalaupun memang tidak mungkin lagi ya membantu itonya itu mandiri memperjuangkan berenya agar bisa dibiayai, disekolahkan dan tidak tinggal dirumah orangtua.
SEKALI LAGI bukan mengusirnya tetapi seharusnya membantu agar mandiri.
Nah kalau bicara dari sisi holong, tidakan saudara laki-laki tersebut sangat jauh dari holong.
Horas bapa…adong ma itoku muli tu marga t*mpub*l*n…
Jala nunga dibasa2hon dua boru..hape suami na selingkuh tu halak ion jala nunga adong lakka na sian halak ion ni…boha do cara na bapa…boi do itoani paulakkon amatta na…
Sattabi bapa molo adong hata2ku na hurang manang na salah..minta maaf sebelum na…mauliate
Sian habatakhonta ndang masa inanta paulak amanta. Dumenggan ma na masa on dipabotohon tu dongan tubuna (marga ni amantana i), asa nasida paturehon.
Horas amang..
mau tanya, semisal ada pasangan suami istri (2 2nya asli halak kita) menikah tp tidak dibikin pesta adat nya/tidak diadatin. cuma pemberkatan di gereja saja.
lalu jika mereka ingin bercerai, itu bagaimana jadinya yah..
apakah hrs tetap ada proses dipaulak gitu.
mohon pencerahannya.
Terima kasih amang.
Horas amang..
mau tanya, semisal ada pasangan suami istri (2 2nya asli halak kita) menikah tp tidak dibikin pesta adat nya/tidak diadatin. cuma pemberkatan di gereja saja.
lalu jika mereka ingin bercerai, itu bagaimana jadinya yah?
apakah hrs tetap ada proses dipaulak gitu.
mohon pencerahannya.
Terima kasih amang.
Horas lae…
Aku marga Sinaga, sekitar 15 tahun yang lalu aku menikah dengan seorang janda boru Aritonang yang mempunyai 1 anak. Dulu sebelum bercerai, istriku ini bersuami marga Siagian. Sejak menikah denganku, anak ini sudah ikut bersamaku dan sudah kuanggap sebagai anak kandungku.
Saat ini si anak sudah dewasa dan sudah menjalin hubungan serius dngan wanita boru manik dan sepertinya akan menikah secara adat.
Yang menjadi pertanyaan adalah nanti yang akan berhak menikahkan itu saya atau bapak biologisnya (Siagian)?.
Mohon pencerahanya lae…
Klan marga Siagianlah yang berhak Pamuli boru nasida alana boru Siagian do i
Kecuali selama ini komunikasi sudah putus jala nunga “dirajahon” hamu i gabe boru Sinaga maka Klan Sinagalah yang berhak menikahkannya
Saya sdh mengusir istri saya karena tidak pernah mengakui perbuatannya yg selingkuh selama 6 tahun. Dan sdh 1 tahun lebih saya tdk lagi serumah dengan dia. Dan tahun depan saya mau menceraikan dia secara pengadilan serta saya jg sdh bertekad utk tdk menikah lagi. Saya mau tanya jika anak2 saya menikah kelak apakah dia pribadi boleh mendampingi saya atau hanya sebagai undangan? Serta dari pihak marga dan keluarga kandungnya posisinya sebagai hula2 atau sekedar tulang “pangintubu”?
Istri yang sudah dipaulak (dikembalikan kepada keluarganya) TIDAK BERHAK menerima Ulos Pansamot.
Ingat jangan anggap cerai secara hukum negara berarti sudah dipaulak, TIDAK.
Dipaulak itu secara adat keluarga suami datang ke keluarga istrinya mengembalikan mengikuti tatanan adat.
Yang sering terjadi adalah suami istri sepakat cerai hukum negara (pengadilan) tetapi merasa sudah cerai seara adat.
Kalau hanya carai secara hukum negara, maka pihak keluarga istri tetap sebagai Hulahula. Istri terserbut pun berhak menerima Ulos Pansamot.
Cerai secara hukum negara dari sisi adat Batak itu hanya dianggap PADAODAO (pisah ranjang). Hubungan suami istri dan kekerabatan secara adat tidak terputus.
Selamat sore Amang
Kenapa perempuan Batak yang sudah berpisah atau bercerai tidak berhak menerima ulos passamot saat anaknya yang laki-laki menikah dan tidak berhak juga memberikan ulos hela saat borunya menikah.
Tetapi untuk Pria atau laki-laki Batak hal ini tidak berlaku, Laki-laki bebas dan enggak ada sanksi adat ketika menikah dengan perempuan lain padahal bercerai juga.
Agak diskriminasi ya adat ke perempuan Batak.. Rasanya kok kurang adil ya… Kira-kira ada solusi yang adil enggak ya buat posisi perempuan Batak yang telah berpisah atau bercerai??
Horas amang.
Salam perkenalan, marga Situmorang
Adong naeng hu sukkun amang.
Saya sdh menikah selama hampir 7 tahun, dan sdh memiliki 2 org anak perempuan.
Saya bekerja di luar kota jauh dari anak istri saya.
Setalah saya bekerja d luar kota, saya sama istri sering sekali berantam Krn masalah komunikasi yg kurang lancar di karenakan faktor pekerjaan
Sehingga pada akhirnya istri saya selingkuh dengan teman sekolahnya dulu, sampai sampai istri saya membuat skenario perselingkuhannya dengan rapi supaya TDK diketahui org terdekat.
Alhasil istri saya sdh berhubungan badan 2x di rumah kami dan sekarang hamil anak dari selingkuhannya.
Dia sdh memberitahukan perikaunya kepada saya, dan jujur amang saya hancur sekali mendengarnya Krn maaf amang sama saya saja asal saya ajak berhubungan badan istri saya selalu menolak dengan kasar dan kadang memaki saya, tpi dia melakukannya dengan lelaki lain dengan begitu mudahnya
Hancur hati saya amang mendengar berita itu. Apa yang harus saya lakukan amang sementara anak kami msh kecil dan dia sdh hamil dri laki laki lain.
Terima kasih amang
Horas tulang manukkun majo AU
AU Sonari lagi mardongan dongan dengan seorang pria atau bisa dikatakan ( duda)
Dan saya masih gadis , pria ini mengajak aku ke jenjang lebih serius ( pernikahan)
Tapi dia bilang belum bisa secara adat , hanya tarpasu2 , di karena kan dia PISAH secara tidak baik-baik dengan istri pertamanya, dan dia bilang , di karena itu ,belum bisa menikah secara adat ,hny tarpasu2 katanya,
Yang menjadi pertanyaan saya tulang ,
Apa iyah ,menikah dengan duda itu harus tarpasu2 dulu ,baru bisa secara adat ,
Karena dia tidak mengurus surat cerai nya ,
Mohon di bantu jawab yah tulang
Butuh penerangan 🙏🙏🙏
RLB.
Pernikahan bagi orang Batak Kristen sah jika:
1. Menikah secara gereja (pemberkatan nikah)
2. Menikah secara adat (ulaon unjuk)
3. Menikah secara Hukum Negara (catatan sipil)
Menjawab pertanyaanmu bila dirimu Kristen, maka jawabannya ya harus, Yang Muslim juga begitu (ada iab kabul oleh Penghulu), yang Parmalim juga begitu (pasupasu di Bale Parsantian, oleh Uluan Parmalim).
Saran saya, suruh dia selesaikan urusannya dengan istri pertamanya. Jangan hanya manis di bibir, nanti statusmu tidak jelas.
Demikian yang dapat saya sampaikan.