Dalam beberapa kesempatan saya datang “manungkir” (melayat) orang tua yang meninggal, maka seperti yang berlaku umum dilakukan ulaon Tonggo Raja. Setelah Tonggo Raja selesai maka almarhum/almarhumah “mompo tu jabu-jabuna” (dimasukkan ke peti jenazah) oleh dongan tubunya dengan disaksikan oleh Tulang dan horongnya Hula-hula. Setelah itu maka akan dilanjutkan dengan mardaun pogu (makan).
Sepanjang pengamatan saya hampir di semua Tonggo Raja parmonding ni Natua-tua makanan melimpah dan terkesan berlebih. Apa gerangan yang menyebabkan ?. Berikut beberapa hal yang mungkin penyebabnya:
- Perhitungan jumlah yang hadir over estimasi (pihak hasuhuton terlalu khawatir terjadi kekurangan makanan) sehingga disediakan dalam jumlah yang banyak. Padahal sesungguhnya harus dipahami bahwa yang makan pada dasarnya hanya horong ni Tulang dan Hula-hula serta sebagian kecil dongan tubu (tidak semua pelayat yang hadir wajib disuguhi makan). Kalau dongan sahuta, dongan saHuria sangat jarang ikut makan disana.
- Jam makannya terlalu larut karena umumnya Tonggo Raja dimulai pukul 20.00 Wib dan paling cepat selesai pukul 21.15 (Akan makin larut bila mulainya “ngaret”).
- Beberapa orang punya kebiasaan tidak makan di acara seperti itu sehingga sudah terlebih dulu makan sebelum berangkat menghadiri acara tersebut.
Ketika banyak makanan yang bersisa dapat kita bayangkan bahwa sesungguhnya itu adalah beban keuangan /biaya yang harus ditanggung hasuhuton. Pitu batu martindi sada do sitaon nadokdok. Harus juga kita ingat bahwa jika berlebih maka makanan itu akan mubazir karena basi dan akhirnya dibuang. Jangan lupa juga bahwa makanan tersebut sudah kita doakan (mohon berkat dari Tuhan). Pertanyaannya apakah berkat tersebut akan ikut terbuang ?. Disisi lain sesungguhnya masih banyak orang yang kekurangan makanan atau setidaknya belum bisa menikmati makanan seperti itu oleh karena keadaan.
Bagaimana agar hal tersebut tidak terulang kembal di acara Tonggo Raja yang lain ?. Menurut hemat saya adalah tugas Natua-tua ni punguan sada marga untuk memberikan paniroion (bimbingan/advise) tu hasuhuton, demikian sebaliknya hasuhuton pun harus marpanungkun(bertanya/minta advise) tu natua-tua perihal jumlah yang akan di siapkan.
Kalau saya pribadi (penulis) ditanya berapa porsi yang di siapkan maka akan saya jawab seberapa banyak perkiraan Tulang dan Horong ni Hula-hula yang akan hadir. Atas dasar pengamatan umum yang saya lakukan maka makanan yang perlu dipersiapkan maksimal untuk 50 orang (sudah termasuk makanan untuk Parsubang).
Note: Di ulaon Tonggo Raja parmonding ni natua-tua jangan khawatir atau malu kalau makanan habis atau tidak semua yang hadir kebagian makan, karena mereka pun akan maklum dan tidak ada kewajiban hasuhuton untuk menjamu makan semua pelayat yang hadir pada malam itu.
Molo adong na mandok ingkon, namangaithon tu ngadol nama i.
St. Sampe Sitorus/br Sitanggang (A.Hitado Managam)
sepanjang sya hidup slama 30 thn lebih,smua kluarga saya yg menikah dgn mansel tidak ada yg bahagia dan smua menderita KDRT-kekerasan dlm rmh tangga!! Entah apa yg diajarkan oleh adat kalian,and nenek moyang kalian smua!!! sy pun nikah dgn man-sel digebukin,org tua sy tdk dihargai,dan suka mencuri brg ortu saya.. saudara sy yg lain jg digebukin!!syukurlah..abang sy baru putus dgn cewwe man-sel kl tdk pst kluarga sy tdk dihormatilg oleh kalian,krn pihak laki2 kami prnh nikah sm cewe mandailing tp masa kakak iparnya disuruh kerja di dapur!!masa di suruh?? Saya sgt heran,knp smp skrang belum ada saudara sy yg bahagia menikah dgn laki2 ataupun wanita dr batak mandailing?? tamu kluarga saya tetap memperlakukan dgn baik2 krn takut pd TUHAN Yesus!! itu saja…..!!!
harap kalian berubahhh….
Salah alamat keluh kesahmu ini. Kami Sitorus Batak Toba. Kenapa berkeluh kesah di blog ini.
Dan jangan menyamaratakan semua orang Batak. Itu tergantung bagaimana pribadi masing2.
Uruslah urusanmu jangan bawa2 urusanmu ke orang yang tidak ada hubungannya.
Memangya nenek moyangmu mengajarkan kalao ada masalah keluarga maka umumkan kesemua orang ?
Selesaikanlah masalahmu di keluargamu sendiri.